29.2 C
Indonesia
Thursday, October 23, 2025

Detik, Menit, dan Hasil: Filosofi Waktu di Balik Lahirnya AdsMinutes.com

Di dunia entrepreneurship, jarak antara “pengangguran” dan...

Founder, Sudah Saatnya Kisahmu Ditulis

Setiap startup punya cerita.Ada yang dimulai dari...

Pertumbuhan Bisnis Berdasarkan Detak Waktu, Analogi Pebisnis

Ini adalah kali pertama saya membangun sebuah...

Ego Founder: Kenapa Selalu Terlihat Tinggi?

Founder InsightEgo Founder: Kenapa Selalu Terlihat Tinggi?

Menjadi founder seringkali identik dengan karakter besar, penuh percaya diri, dan keberanian. Tapi, apakah ego yang tinggi selalu negatif? Atau justru bagian penting dari kemampuan bertahan? Berikut ulasan dari sisi psikologi dan realitas startup.


Ego? Kadang Sebuah Survival Instinct

Penelitian di New Yorker mencatat bahwa bukan seksualitas atau kecenderungan risiko, melainkan self-confidence yang mendorong seseorang menjadi entrepreneur sejati The New Yorker. Banyak founder—sekitar 81%—percaya punya peluang berhasil minimal 70%, bahkan sepertiga yakin 100% sukses Wikipedia. Itu bukan tanpa alasan: ketika dunia penuh ketidakpastian, ego besar menjadi pelindung mental agar tetap bangkit saat ditolak.


Narcissism: Panacea atau Bom Waktu?

Dalam literatur psikologi, healthy narcissism bisa mendorong produktivitas, kreativitas, dan daya tarik terhadap investor awal EmeraldResearchGateFrontiers. Founder yang percaya diri—bahkan di level sedikit narsis—bisa lebih baik menyampaikan visi, mendobrak hambatan investor, dan membangun momentum awal bisnis.

Tapi ingat, ada risiko. Saat ego tidak terkendali, muncul sifat toxic seperti menolak feedback, merasa selalu benar, atau tidak mampu berempati. Itu bisa merusak budaya tim, keputusan strategis, dan reputasi manusiawi perusahaan N2GrowthThe Founder Institute.


Ego vs Etika & Tim: Dilema yang Wajib Diwaspadai

Penelitian dalam Frontiers in Psychology menunjukkan bahwa ego dan narcissism bisa mendorong motif self-serving—mengabaikan etika, empati, bahkan kejujuran dalam berbisnis Frontiers.
Lalu ada fenomena founder’s syndrome—ketika pendiri terlalu lama mendominasi semua keputusan, menutup pintu masukan, atau mengkriminalisasikan kritik. Organisasi berhenti berkembang karena tak ada sistem delegasi dan kolaborasi yang sehat Wikipedia.


Ego, Performa, dan Scaling Startup

Sebuah studi global menemukan bahwa sifat kepribadian tipe “Hipster, Hacker & Hustler” secara dua kali lipat lebih sering menghasilkan startup sukses. Ini menunjukkan bahwa kombinasi kreativitas, kemampuan teknis, dan kegigihan sangat penting—segalanya bermula dari ego, tetapi di struktur yang tepat arXiv.

Selain itu, sifat conscientious (teliti dan berdedikasi) membantu founder mendapatkan modal lebih cepat, meskipun fleksibilitas dan adaptasi tetap diperlukan saat startup tumbuh PNAS.


Refleksi StartupJournalist

Ego founder itu bukan salah—tapi perlu dikendalikan. Setitik narsis bisa menjadi motor untuk terus maju, tapi tanpa self-awareness dan sistem checks-and-balances (mentor, dewan penasehat, budaya terbuka), ego ini bisa meledak jadi bumerang.

Kesimpulannya:
Ego yang sehat adalah tanda keberanian. Ego yang berlebihan—dan tidak diperhalus dengan refleksi dan kolaborasi—adalah jebakan nyata. Founder sejati bukan hanya yang punya visi kuat, tapi juga yang mampu menumpulkan ego agar bisa mendengar, beradaptasi, dan tumbuh bersama timnya.

Check out our other content

Check out other tags:

Most Popular Articles