Menjadi entrepreneur, menjadi seorang founder, sering kali terdengar keren di telinga banyak orang. Ada label prestisius, ada sorotan, ada kebanggaan. Tetapi sesungguhnya—dan hanya mereka yang benar-benar menjalaninya yang paham—rasanya sulit dijelaskan. Sulit diceritakan dengan kata-kata, apalagi dimengerti oleh mereka yang belum pernah berada di posisi itu.
Di luar sana, banyak orang melihat founder sebagai sosok dengan gaya hidup yang “bebas” dan “berkelas”. Ada kesan bahwa menjadi founder adalah tentang kebebasan waktu, tentang peluang membangun kekayaan, tentang status sosial. Padahal, realitasnya jauh lebih dalam dari sekadar itu.
Menjadi founder bukan tentang gaya-gayaan. Bukan tentang seberapa sering muncul di media, seberapa besar pendanaan yang didapat, atau seberapa keren pitch deck yang dibawa. Menjadi founder adalah tentang panggilan. Sesuatu yang mengakar dari dalam diri, yang terus-menerus memanggil, bahkan ketika hidup memberi seribu alasan untuk menyerah.
Ada hal yang sangat personal di balik keputusan menjadi seorang founder. Bukan sekadar “ingin kaya”, bukan hanya “ingin terkenal”. Melainkan karena ada keyakinan kuat bahwa sesuatu harus diwujudkan—entah itu sebuah solusi, sebuah ide gila, atau sebuah mimpi yang tidak bisa dibiarkan begitu saja. Dan keyakinan itu menuntut keberanian untuk bertanggung jawab, untuk berdiri di garis depan, untuk menanggung semua risiko dan konsekuensi yang datang bersamanya.
Rasanya… tidak bisa sepenuhnya dipahami oleh orang lain yang tidak berada di posisi itu. Karena di balik setiap presentasi yang rapi, ada malam-malam penuh resah. Di balik setiap senyum optimis, ada ketakutan yang dipendam. Dan di balik setiap keputusan berani, ada ratusan pertimbangan yang tidak terlihat mata.
Menjadi founder adalah perjalanan personal—sebuah panggilan hidup. Ia bukan jalan yang selalu mulus, tapi ia adalah jalan yang otentik. Jalan yang, meskipun sulit, tetap dipilih karena hati merasa “ini memang jalannya aku.”
Pada akhirnya, hanya para founder yang benar-benar tahu rasanya: berat, penuh luka, tetapi juga penuh makna. Sebuah perjalanan yang tidak semua orang bisa mengerti, tapi bagi mereka yang dipanggil untuk melaluinya—mereka tahu, tidak ada pilihan lain selain terus maju.
Kadang dunia melihatnya seperti panggung,
sorot lampu, tepuk tangan,
seakan semua baik-baik saja.
Padahal, di balik layar,
ada sepi yang tak pernah diberitakan,
ada luka yang tak pernah dipertontonkan,
ada beban yang hanya dipikul seorang diri.
Beginilah ironi menjadi founder —
terlihat gagah di depan,
tapi rapuh ketika panggung gelap.
#StartupLife #FounderJourney #BehindTheScenes